MAKALAH FILSAFAT ILMU KEBENARAN ILMIAH

 

KATA PENGANTAR

 

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”KEBENARAN ILMIAH”. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

           Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Diharapkan bahwa makalah ini membantu pembaca untuk memahami dengan lebih baik tentang filsafat ilmu . Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, disebabkan karena terbatasnya kemampuan kami, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami perlukan dari pembaca terutama dari ibu Prof. Dr. Mantasiah R., M. Hum sebagai dosen pembimbing kami. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

 

 

 

 

Makassar, 24 oktober 2020

 

 

Kelompok 2

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN 

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam lintas sejarah, manusia dalam kehidupannya senantiasa disibukkan oleh berbagai pernyataan mendasar tentang dirinya. Berbagai jawaban yang bersifat spekulatif coba diajukan oleh para pemikir sepanjang sejarah dan terkadang jawaban-jawaban yang diajukan saling kontradiktif satu dengan yang lainnya. Perdebatan mendasar yang sering menjadi bahan diskusi dalam sejarah kehidupan manusia adalah perdebatan seputar sumber dan asal usul pengetahuan dan kebenaran.

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran, beberapa cara ditempuh untuk memenuhi kebenaran antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau secara empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuat prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional agar kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.

Proses pencarian kebenaran tentu bukan hal yang mudah dan dapat dikatakan merupakan proses yang sangat melelahkan bahkan bukan tidak mungkin akan mendatangkan keputusan. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang atau kelompok akan menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar.

Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak ditopang dengan dasar-dasar penunjangan, baik pernyataan, teori keterkaitan, konsistensi, keterukuran, dapat dibuktikan, berfungsi, dan bersifat netral atau tidak netral, bahkan apakah kebenaran bersifat tentatif atau sepanjang masa?

Untuk mengetahui hal itu pemakalah akan membahas seputar kriteria kebenaran ilmiah berserta dengan teori-teori digunakan untuk menguji kebenaran ilmiah.

B.     Rumusan Masalah

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam makalah ini tidak jauh dari judulnya, baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas, antara lain :

1.      Pengertian kebenaran ilmiah

2.      Teori-teori kebenaran

3.      Sifat kebenaran ilmiah

4.      Agama sebagai teori kebenaran

5.      Kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas

6.      Kebenaran ilmiah dari dudut pandang Objektifitas.

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian kebenaran ilmiah

2.      Untuk mengetahui teori-teori kebenaran

3.      Untuk mengetahui sifat kebenaran ilmiah

4.      Untuk mengatahui agama sebagai teori kebenaran ilmiah

5.      Untuk mengatahui kebenaran ilmiah dari sudut pandang Subjektifitas

6.      Untuk mengetahui kebenran ilmiah dari sudut pandang Objektifitas.


BAB II

PEMBAHASAN 

1.      Pengertian Kebenaran Ilmiah

Kebenaran adalah satu nilai utama didalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusia atau martabat manusia selalu berusaha memeluk suatu kebenaran. Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tidak bisa dipisahkan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri, sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu, proses untuk mendapatkan haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.

Tentang kebenaran ini, plato pernah berkata : apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab: “kebenaran itu adalah kenyataan” tetapi bukanlah kenyataan itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran atau keburukan. Jadi ada dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi disatu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan atau ketidak benaran.

Dalam bahasan ini, makna kebenaran dibatasi pada kekhususan makna kebenaran keilmuan (ilmiah). Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun kekal, melainkan bersifat relatif, sementara, dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.

Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Lalu, apa yang dimaksud dengan ilmiah? Dalam kamus dijelakan ilmiah berasal dari kata ilmu artinya pengetahuan. Namun, dalam kajian filsafat antara ilmu dan pengetahuan dibedakan. Pengetahuan bukan ilmu, tetapi ilmu merupakan akumulasi pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud ilmiah adalah pengetahuan yang didasarkan atas terpenuhinya syarat-syarat ilmiah, terutama menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti.

Jadi yang dimaksud dengan kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek kesesuian ini didukung dengan syarat-syarat tertentu yang oleh jujun S.Sumantri disebut dengan metode-metode, juga didukung dengan teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi dengan bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan. Sifat objektif berlaku umum dapat diulang melalui eksperimen, cenderung amoral sesuai apa adanya. bukan apa yang seharusnya yang merupakan ciri ilmu pengetahuan.

 

2.      Teori-Teori Kebenaran

Ilmu pengetahuan terkait erat dengan pencarian kebenaran, yakni kebenaran ilmiah. Ada banyak yang termasuk pengetahuan manusia, namun tidak semua hal itu langsung kita golongkan sebagai ilmu pengetahuan. Hanya pengetahuan tertentu yang diperoleh dari kegiatan ilmiah, dengan metode sistematis, melalui penelitian analisis dan pengujian data secara ilmiah yang dapat kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa teori tentang kebenaran antara lain :

1)      Teori Kebenaran Korespondensi(penyesuaian)

Adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadap fakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan.

Ujian kebenaran yang didasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepada realita obyektif(fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu,serta berusaha untuk melukiskannya, karena Kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu. (Titus,1987:237)

Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut(susiasumantri, 1990:57). Misalnya jika seseorang mengatakan “Matahari terbit dari Timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebut bersifat faktual atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa Matahari terbit dari timur dan tenggelam diufuk barat.

2)      Teori Koherensi atau konsistensi

Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu menurut logika.

Misalnya, bila kita menganggap bahwa “maksiat perbuatan yang dilarang oleh Allah” adalah suatu pernyataan yang benar. Maka pernyataan bahwa “mencuri perbuatan maksiat, maka mencuri dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua  konsisten dengan pernyataan yang pertama.

3)      Teori Pragmatik

Adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu teori tergantung pada peran fungsi teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang waktu tertentu. Teori ini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itu dapat memecahkan segala aspek permasalahan.

Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna(useless). Bagi para pragmatis, ujian kebenaran adalah kegunaan(utility), dapat dikerjakan (Workability) dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan.

Misalnya, seiring perkembangan zaman, teknologi pun semakin canggih. Para ilmuan menemukan teknologi-teknologi baru untuk mempermudah pekerjaan manusia, telepon genggam berupa smartphone contohnya. Penemuan dan pengaplikasian smartphone tersebut dikatakan benar karena dapat berguna untuk mempermudahkan pekerjaan manusia.

4)      Teori Performatif

Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Misalnya mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian muslim di indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.

Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, dan pemimpin masyarakat. Kebenaran performatif dapat membawa kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.

Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak bisa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.

 

3.      Sifat Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah menurut konrad kebung paling tidak memilik tiga yaitu: struktur kebenaran ilmiah bersifat rasional-logis, isi empiris, dan sifat pragmatis.

1)      Struktur yang rasional-logis

Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional maka semua orang yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik). Dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran universal.

Sifat rasional (rationality) harus dibedakan dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah sedangkan masuk akal biasanya berlaku bagi kebenaran tertentu diluar lingkup pengetahuan. Contohnya: tindakan marah dan menangis atau semacamnya, dapat dikatakan masuk akal sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak rasional.

2)      Isi empiris

Kebenaran ilmiah perlu diuji kenyataannya yang ada. Bahkan sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah. Berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini. Spekulasi tetap ada namun sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai nyata atau tidak karena sekalipun sesuatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu dicek apakah pernyataan tersebut juga benar secara empiris.

3)      Isi pragmatisme (dapat diterapkan).

Sifat ini berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran sebelumnya (logis dan empiris). Maksudnya jika suatu pernyataan “benar” dinyatakan “benar” secara logis dan empiris maka pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan manusia, berguna berarti dapat untuk membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidupnya.

 

4.      Agama sebagai Teori Kebenaran

Manusia adalah mahluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal,budi,rasio, dan reason manusia maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan.

Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak. Agama dan kitab suci dan haditsnya dapat memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

 

5.      Kebenaran Ilmiah dari Sudut Pandang Subjektifitas

Telah diketahui kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.

Sifat setiap ilmu adalah diidentikkan dengan dua teori yaitu “subjektifitas” dan “objektifitas” subjek berkaitan dengan seseorang atau pribadi. Subjektif berkaitan erat dengan keakuan. Dalam hal filsafat subjektif berkaitan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur, eksistensi, makna dan validitasnya.

Dari penjelasan di atas bahwa “subjektif” menghendaki peranan penting dari setiap pribadi yang menilai sendiri tentang kebenaran, artinya sesuatu dipandang benar jika didasarkan pada pribadi atau manusia yang menilai tentang sesuatu itu. Kebenaran tolak ukurnya dalah berdasarkan subjek, namun hal semacam ini apakah berlaku bagi kebenaran ilmiah? Sedangkan kebenaran ilmiah sangat identik dengan syarat-syarat ilmiah menyangkut teori yang menunjang dan sesuai dengan bukti, yang ditujang oleh rasio dan divalidasi dengan data empirik.

Seperti yang dikatakan jujun S. Sumantri kebenaran ilmiah harus didahului oleh cara yang disebut metode ilmiah. Metode merupakan ekspresi mengenai cara bekerja pikiran. Metode Ilmiah adalah cara menetapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran, juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur, dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:

a.       Berdasarkan fakta

b.      Bebas dari paksaan

c.       Menggunakna prinsip-prinsip analisa

d.      Menggunakan hipotesa

e.       Menggunakna ukuran objektif

f.       Menggunakan teknik kuantifikasi

Dengan cara kerja seperti ini maka pengetahuan yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah yaitu sifat rasional dan teruji yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan.

Sifat rasional dan teruji bagi kebenaran ilmiah menghendaki adanya kebenaran hanya sesuatu yang dapat diakalkan (logiskan) dan dapat teruji. Berarti kebenaran ilmiah sangat menolak dengan kebenaran mutlak. Sebab kebenaran ini kaitannya dengan kebenaran yang datang dari tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang datang dari tuhan bersumber dari wahyu yang mengikat. Kebenaran yang rasional dan teruji akan hanya memaparkan hal-hal empiris.

Jika demikian diatas jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. jika dikaitkan dengan penjelasan pengertian kebenaran ilmiah dari subjektifitas belum dapat diterima karena kebenaran ilmiah yang bermuara dari subjektifitas tidak jarang menunjukkan bukti atau tidak sesuai dengan data empirik dan pembuktian nyata berdasarkan dengan rasa atau pribadi.

Oleh karena itu kebenaran yang sesungguhnya dalam kajian kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sedikitnya dipengaruhi oleh unsur subjektifitas.

 

6.      Kebenaran Ilmiah Dari Sudut Pandang Objektifitas

Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang ditandai oleh terpenuhinya syarat-syarat ilmiah terutama menyangkut adanya teori yang menunjang serta sesuai dengan bukti. Kebenaran ilmiah divalidasi oleh bukti-bukti empiris yaitu hasil pengukuran objektif dilapangan.

Kebenaran merupakan kesesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Objek adalah sesuatu yang ihwalnya diketahui atau hendak diketahui suatu objek yang ingin diketahui memiliki berbagai aspek yang amat sulit untuk diungkapkan. Sedangkan yang lainnya tetap tersembunyi. Sangat jelas bahwa untuk mengetahui objek secara lengkap sangat sulit.Objek juga diartikan sebagai sesuatu yang dapat dilihat secara fisik, disentuh, diindra, sesuatu yang dapat disadari secara fisik atau mental, suatu tujuan akhir dari kegiatan atau usaha, suatu hal yang menjadi masalah pokok suatu penyelidik.

Menurut Langeverld dalam Muhammad In’am Esha objek pengetahuan dibedakan menjadi tiga:

a.       Objek empiris yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada dan dapat ditangkap oleh indra lahir dan indera batin

b.      Objek ideal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya tiada dan menjadi ada berkat akal.

c.       Objek transendal yaitu objek pengetahuan yang pada dasarnya ada tetapi berada diluar jangkauan pemikiran dan perasaan manusia.

Pengetahuan adalah tanggapan subjek terhadap objek yang diketahui dengan demikian tanggapan merupakan penilaian subjek terhadap objek. Oleh karena itu dalam hal ini kebenaran ada dua sisi:

a.       Benarnya fakta(bukti) adalah kebenaran objek (diluar dunia)

b.      Benarnya ide (tanggapan) adalah kebenaran subjek (di dunia luar)

Fakta bersifat objektif, sehingga fakta tidak dapat disalahkan atau dipersalahkan karena memang demikian adanya sekalipun negatif. Oleh karena itu ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu faktanya benar dan tanggapan subjek benar dan faktanya benar dan tanggapan subjek salah. Dalam kebenaran ilmiah apakah kebenaran objektif dapat diterima ? langeveld menjawab kebenaran yang sesungguhnya tidak lepas dari gabungan subjek dan objek.

Kebenaran ini ia sebut dengan kebenaran dasar yaitu ada hubungan antara subjek dan objek. Namun, hal ini juga dibantah, kebenaran dasar belum mencapai tingkat dijamin ilmiah. lantas jika kebenaran sifatnya relatif apa gunanya manusia berpengatahuan? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diingat kembali tentang teori pengetahuan. Teori- teori itu dapat menjadi acuan bagi kebenran ilmiah.

Inti dari kebenaran ilmiah adalah penjelasan tentang objek seperti apa adanya tanpa ada pengaruh sedikitpun oleh keadaan subjek. Objek dijelaskan dibuktikan dengan nyata dalam keadaan tanpa ada manipulasi atau perubahan tanggapan dari subjek. Jika terjadi manipulasi maka hal ini jelas keluar dari koridor arti kebenaran bahwa pengetahuan tidak sesuai dengan keadaan objek, dan ini jelas terjadi kekeliruan yang jelas pengetahuan ini tidak dapat diterima.


BAB III 

PENUTUP

Kesimpulan

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui . jika pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Sedangkan yang dimaksud kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta dan mengandung isi pengetahuan.

Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para filosof bersandar kepada tiga cara untuk menguji kebenaran yaitu koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi dan teori pragmatis. Ketiga teori kebenran ini kelihatannya tidakbisa dipakai sebagai pedoman untuk mengukur kebenaran realitas sebagai objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan karena masing-masing mempunyai titik kelemahan. Namun secara ontologis dan epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan yang muncul dalam realitas itu sendiri.karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek yang etis maka teori koheren, korespondensi, dan pragmatis perlu dipertimbangkan secara berturut-turut dan bersamaan.

Kebenaran adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan objek. Pengetahuan yang tidak sesuai dengan objek pandang “keliru”. Objek adalah segala hal yang dapat diraba, disaksikan suatu yang menjadi kajian. Objek yang dikaji memiliki aspek yang banyak dan sulit disebutkan dengan serentak. Kenyataannya manusia(subjek) hanya mengetahui beberapa aspek dari objek

Kebenaran ilmiah menghendaki adanya pengetahuan dapat diterima, karena kebenaran ilmiah muncul melalui syarat-syarat ilmiah, metode ilmiah, didukung teori yang menunjang serta didasarkan kepada data empiris dan dapat dibuktikan. Sangat rasional jika kebenran yang semacam ini menghendaki adanya objek dikaji apa adanya tanpa campur tangan subjek.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Sejarah Muhammadiyah

MAKALAH PROSES BERBANGSA DAN BERNEGARA

Wirausaha