SOAL PAI
1. 1 Berbicara
terkait dengan keberagaman di Indonesia maka bukanlah menjadi hal yang asing
lagi. Realitas
historis dan sosiologis menunjukkan bahwa umat Islam terdiri dari beragam mazhab, beragam
pemahaman, dan beragam praktik keagamaan. Keragaman ini semakin berwarna warni ketika
Islam dibawa masuk ke ranah kehidupan masyarakat yang lebih luas: politik, ekonomi,
dan sosial-budaya. Fakta keragaman ini sudah berlangsung lebih dari beberapa abad. Di
negeri kita hal tersebut tidak mungkin dapat dihindari. Faktor-Faktor apa saja
yang melatar belakangi Perbedaan? Dan bagaimana perbedaan harus dikelola dalam
konteks keindonesiaan?
2. 2 Coba
Anda kumpulkan pelbagai informasi melalui studi eksplorasi mengenai karakteristik keberagamaan
NU dan Muhammadiyah, baik kesamaan maupun perbedaan keduanya. Tunjukkan sikap
akademik Anda melalui esai singkat!
3. 3 Pernahkah
Anda mendengar adanya gesekan karena persoalan perbedaan keyakinan religius di antara
pendukung ormas-ormas Islam? Atau, mungkin Anda menyaksikan secara langsung
gesekan-gesekan atau pertengkaran kecil tentang keyakinan religius diantara
pendukung ormas-ormas Islam tersebut? Apa yang dipermasalahkan oleh keyakinan-keyakinan
religius berbeda yang Anda dengar atau saksikan?
4. 4 Menjalin,
Membangun dan memelihara Ukhuwah merupakan ajaran mulia agama Islam. Coba anda deskripsikan
langkah strategis yang dapat anda usulkan untuk merealisasikannya dalam
konteks keindonesiaan!
Jawaban :
1.
Fahtor-fahtor apa yang menyebabhan
terjadinya perbedaan mazhab itu? Di samping seperti yang telah sedihit
dipaparhan di atas , jawabannya juga berasal
dari pertanyaan; Bagaimana terbentuhnya mazhab-mazhab itu sendiri?
Menurut Syaihh Taqiyuddin an-Nabhani, berbagai mazhab itu terbentuh harena
adanya perbedaan (ihhtilaf) dalam masalah ushul maupun furu‘ sebagai dampah
adanya berbagai dishusi (munazharat) di halangan ulama. Ushul terhait dengan
metode penggalian (thariqah al-istinbath), sedanghan furu‘ terhait dengan
huhum-huhum syariat yang digali berdasarhan metode istinbâth tersebut.
Menurut Abu
Ameenah Bilal Philips, alasan utama adanya perbedaan dalam hetetapan huhum di halangan imam mazhab meliputi;
(1).interpretasi mahna hata dan susunan gramatihal;(2). Riwayat hadith,
(heberadaannya, hesahihannya, syarat- syarat penerimaan, dan interpretasi atas
tehs hadith yang berbeda); (3). Diahuinya penggunaan prinsip-prinsip tertentu
(ijma’’, tradisi, istihsan, dan pendapat sahabat);
dan (4). Metode-metode qiyas.
Sedang menurut Abdul Wahab Khallaf,
perbedaan penetapan huhum tersebut berpanghal pada tiga persoalan; (1).
Perbedaan mengenai penetapan, sebagian
sumber-sumber huhum (sihap dan cara berpegang pada sunah, standar periwayatan,
fatwa sahabat, dan qiyas); (2). Perbedaan mengenai pertentangan penetapan huhum
dari tasyri’(penggunaan hadith dan ra’yu) dan; (3). Perbedaan mengenai
prinsip-prinsip bahasa dalam memahami nash-nash syari’at ( ushlub bahasa).16
Adapun Muhammad
Zuhri, membagi dalam tiga hal penyebab terjadinya ihhtilaf mazhab;
(1),Berhaitan dengan sumber
huhum; (2). Berhaitan dengan metode
ijtihad (teori tahsin
wa taqbih,tema hebahasaan) dan; (3). Adat Istiadat.17
Berihut
penjelasan penyebab terjadinya perbedaan metode penetapan penggalian huhum
(thariqah al-istinbath) di halangan Imam mujtahid, sebagai honhlusi dari
berbagai macam pembagian menurut pendapat tohoh diatas. Dimana bisa disimpulhan
secara garis besar meliputi; Pertama: perbedaan dalam sumber huhum (mashdar
al-ahham); Kedua: perbedaan dalam cara memahami nash dan; Ketiga: perbedaan dalam sebagian haidah
hebahasaan untuh memahami
nash.
Adapun
Memahami adanya perbedaan dalam hukum Islam mempunyai signifikansi yang besar
bagi umat ini. Apalagi dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang dewasa dan
matang (mature society). Sebab hal tersebut dapat melahirkan tradisi
toleran antar umat Islam itu sendiri sehingga terhindar dari pertikaian yang
menyita banyak waktu dan energi, seperti yang selama ini terjadi di tengah
masyarakat kita ketika sibuk mempersoalkan masalah qunut dan tak qunut pada
salat Subuh, sementara yang tak salat Subuh tidak dianggap masalah karena
dianggap salat adalah urusan pribadi. Atau bersitegang tentang jumlah rakaat
salat Tarawih, sementara yang tidak Tarawih tak dipermasalahkan karena hukum
salat Tarawih kan sunah, dalihnya. Tetapi sekali lagi, yang menjadi kata kunci
di sini adalah semangat toleransi yang perlu dilanggengkan di tengah-tengah
masyarakat agar tercipta masyarakat muslim yang harmonis.
2. PERBEDAAN NU DAN MUHAMMADIYAH
A. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal tradisi ibadah
Dalam hal ibadah, kita bisa melihat
perbedaan yang terlihat antara NU dan Muhammadiyah. Pertama, pada bulan
Ramadlan, warga Nahdliyin tarawih dengan jumlah rakaat sebanyak dua puluh
dengan tiga rakaat witir. Sementara warga muhammadiyah jumlah rakaatnya adalah
kebebasan dengan tiga rakaat witir. Kedua, bagi warga NU malam jum'at
adalah malam yang sakral. Pada malam hari ini masjid diramaikan dengan
bacaan maulid nabi, tahlil, yasin, manaqib syaikh abdul Qadir al-Jaelani,
barzanji dan dibaca tidak demikian yang dilakukan warga
Muhammadiyah. Ketiga, khutbah sholat Ied dilakukan sebanyak dua kali oleh
warga negara. Keempat, kalimat “allahu akbar” dalam takbiran hari raya
diucapkan sebanyak tiga kali untuk warga NU saat warga Muhammadiyah melafaldkannya
sebanyak dua kali, kalimat qad qamat as-sholat dalam iqomat dibaca
sebanyak dua kali untuk warga nahdliyin dan sekali untuk warga
Muhammadiyah. Yang terakhir adalah itsbat menentukan jatuhnya hari raya,
NU memakai dasar rukyah sedangkan Muhammadiyah memakai hilal sebagai dasar.
B. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal aspirasi atau
pencapaian politik
Partai politik yang senada dengan
Muhammadiyah tidak dimaksudkan didirikan oleh Muhammadiyah. Warga
Muhammadiyah membuktikan bahwa Muhammadiyah sepenuhnya bukan partai politik,
tetapi organisasi sosial, agama, propaganda dan pendidikan. Di sisi lain,
warga Nahdliyin kenal dengan karakter NU yang bergumul dengan
partai. Sulit dibedakan dari partai mana seirama dengan NU didirikan oleh
kyai tertentu atau tidak.
C. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam hal perspektif Pendidikan
Warga menghabiskan banyak waktu untuk
belajar di pesantren yang salafi, mengolah sisi emosional dan “sendiko dawuh”
saat mengucapkan kyai atau ulama tanpa banyak pertimbanganga, alhasil kurang
rasional dan lebih simbolik. Di sisi lain, warga Muhammadiyah yang lebih
mengenyam pendidikan formal lebih tertarik dan objektif. Mereka memilih
partai yang mereka pikir benar. Jika dalam perjalanan partai yang diminta
tersebut tidak sesuai dengan rasio mereka, maka warga Muhammadiyah akan
meninggalkan partai tersebut.
D. Perbedaan NU dan Muhammadiyah dalam Metode Ijtihad
NU memakai metode Bahtsul Masail untuk menyelesaikan masalah yang
disetujui warga nahdliyin. Metode ini menekankan pada budaya untuk
menetapkan nilai yang sudah baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik dari
masa mendatang. “Budaya dan kearifan lokal” dengan cara mengubah isi dari
budaya dan kearifan lokal tersebut dengan nilai –nilai al-Qur'an dan
as-Sunnah. Di sisi lain, Majlis tarjih Muhammadiyah yang disebut
"Tajdid" meminta murni untuk al-Qur'an dan as-Sunnah. Tujuannya
adalah untuk menemukan dan memurnikan kembali ajaran al-Qur'an dan as-Sunnah
dari serangan TBC (takhayul, bid'ah, churafat). Ini sesuai dengan jargon
yang ada di usung warga Muhammadiyah yang berbunyi “kembali ke Alquran dan
Hadits” Persamaan antara NU dan
Muhammadiyah cukup banyak. Akan tetapi jika menyebut di atas saja
misalnya, NU dan Muhammadiyah sama-sama menganut ajaran Islam, hanya mengakui
tuhan yang satu atau esa, apakah Allah swt., Mempercayai bahwa Muhammad adalah
utusan-Nya dan oleh karena itu menjadikannya sebagai Tauladan, Al Qur'an adalah
kitab suci yang harus dipedomani, berkiblat untuk ka'bah, dan semua sama-sama
mendukung pembicaraan rukun Islam.Walaupun banyak
pandangan yang berseberangan, namun ada satu benang merah yang menyatukan
keduanya. Antara NU dan Muhammadiyah sama-sama memiliki sikap yang toleransi
dengan agama lain, tidak berat sebelah dan menjalankan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupannya.
Seperti menurut budayawan nasional
Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun. NU dan Muhammadiyah itu sebenarnya tidak ada
bedanya, karena Muhammadiyah itu artinya berkarakter Muhammad sementara NU
bermakna kebangkitan ulama.
Semangat dalam
gerakan dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam semata – mata tidak boleh
mengganggu kesatuan dan persatuan umat, umat harus tetap bersatu. NU dan
Muhammadiyah adalah organisasi keagamaan yang juga menjadi pelaku serta saksi
dalam perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, jadi keduanya
biarlah menjadi wadah dan pengontrol untuk para umat muslim di Indonesia dalam
melakukan kehidupannya.
3. Contohnya ialah perbedaan NU dan
Muhammadiyah soal penentuan lebaran. Metode Hisab saat Muhammadiyah ‘naik’ di
media massa adalah ketika menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pasalnya,
Muhammadiyah yang memakai metode hisab terkenal selalu mendahului pemerintah
yang memakai metode rukyat dalam menentukan masuknya bulan Qamariah. Hal ini menyebabkan
ada kemungkinan 1 Ramadhan dan 1 Syawal versi Muhammadiyah berbeda dengan
pemerintah. Dan hal ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah banyak menerima
kritik, mulai dari tidak patuh pada pemerintah, tidak menjaga ukhuwah
Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasullullah Saw yang jelas memakai rukyat
al-hilal. Bahkan dari dalam kalangan Muhammadiyah sendiri ada yang belum bisa
menerima penggunaan metode hisab ini.
Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima hisab karena berpegang pada salah
satu hadits yaitu: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan bebukalah
(idul fitri) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan
bulan Sya’ban tigapuluh hari” (HR Al
Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut (dan juga contoh
Rasulullah Saw) sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang
mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu bid’ah yang
tidak punya referensi pada Rasulullah Saw.
4.
Perbedaan pandangan di
Indonesia kerap kali menimbulkan gesekan-gesekan yang dapat memunculkan konflik
dan rusaknya ukhuwah. Oleh sebab itu hendaknya kita selalu menjaga sikap
toleransi terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan. Adapun langkah yang bisa
dilakukan di antaranya dengan sering mengadakan pertemuan untuk melakukan
diskusi, atau sekadar melakukan ibadah bersama. Hal ini dapat semakin
memperkuat ukhuwah islamiah, daripada malah saling menyudutkan dan saling
menyalahkan satu sama lain di tengah perbedaan.
Komentar
Posting Komentar